Part 1 : Ahlussunnah Membantah Ahmad ibn Taimiyah



الرّدود السنّيّة على أحمد بن تيمية

AHLUSSUNNAH MEMBANTAH
AHMAD IBN TAIMIYAH


Oleh
K.H. MASYHURI SYAHID, MA



Diterbitkan dan disebarluaskan oleh
Syabab Ahlussunnah Wal Jama’ah
(SYAHAMAH)

Judul Asli: "Ar-Rudud as-Sunniyyah 'ala Ahmad ibn Taimiyah"
Terjemahan: Ahlussunnah Membantah Ahmad ibn Taimiyah
Penerbit: SYAHAMAH Press P.O. Box: 1168 Jkt.


MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya yang baik dan suci. Allah ta’ala berfirman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ
Maknanya: “Kalian adalah sebaik–baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada al Ma’ruf (hal-hal yang diperintahkan Allah) dan mencegah dari al Munkar (hal-hal yang dilarang Allah)”. (Q.S. Ali ‘Imran: 110)

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

Maknanya: “Barangsiapa di antara kalian mengetahui suatu perkara munkar, hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia merubahnya dengan lisannya, jika ia tidak mampu, hendaklah ia mengingkari dengan hatinya. Dan hal itu (yang disebut terakhir) paling sedikit buah dan hasilnya; dan merupakan hal yang diwajibkan atas seseorang ketika ia tidak mampu mengingkari dengan tangan dan lidahnya”. (HR.Muslim)

Syari'at telah menyeru untuk mengajak kepada yang al ma’ruf, yaitu hal-hal yang diperintahkan Allah dan mencegah hal-hal yang munkar, yang diharamkan oleh Allah, menjelaskan kebathilan sesuatu yang bathil dan kebenaran perkara yang haqq. Pada masa kini, banyak orang yang mengeluarkan fatwa tentang agama, sedangkan fatwa-fatwa tersebut sama sekali tidak memiliki dasar dalam Islam. Karena itu perlu ditulis sebuah buku untuk menjelaskan yang haqq dari yang bathil, yang benar dari yang tidak benar.

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam memperingatkan masyarakat dari orang yang menipu ketika menjual makanan. Al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mengatakan tentang dua orang yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin: “Saya mengira bahwa si fulan dan si fulan tidak mengetahui sedikitpun tentang agama kita ini”. Kepada seorang khathib, yang mengatakan:
من يطع الله ورسوله فقد رشد ومن يعصهما فقد غوى
Maknanya: "Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa bermaksiat kepada keduanya maka ia telah melakukan kesalahan"

Rasulullah menegurnya dengan mengatakan:
بئس الخطيب أنت
Maknanya: "Seburuk-buruk khathib adalah engkau” (HR. Ahmad)

ini dikarenakan khathib tersebut menggabungkan antara Allah dan Rasul-Nya dalam satu dlamir (kata ganti) dengan mengatakan ومن يعصهما Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: “katakanlah:
ومن يعص الله ورسوله
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam tidak membiarkan perkara sepele ini, meski tidak mengandung unsur kufur atau syirik. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin beliau akan tinggal diam dan membiarkan orang-orang yang menyelewengkan ajaran-ajaran agama dan menyebarkan penyelewengan-penyelewengan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Tentunya orang semacam ini lebih harus diwaspadai dan dijelaskan kepada masyarakat bahaya dan kesesatannya.

Ketika kami menyebut beberapa nama orang yang menyimpang dalam risalah ini, maka hal ini tidaklah termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan sebaliknya ini adalah hal yang wajib dilakukan untuk memperingatkan masyarakat. Dalam sebuah hadits sahih bahwa Fathimah binti Qays berkata kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, aku telah dipinang oleh Mu’awiyah dan Abu Jahm”. Rasulullah berkata: "Abu Jahm suka memukul perempuan, sedangkan Mu’awiyah adalah orang miskin yang tidak mempunyai harta (yang mencukupi untuk nafkah yang wajib), menikahlah dengan Usamah”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Dalam hadits ini Rasulullah mengingatkan Fathimah binti Qays dari Mu’awiyah dan Abu Jahm. Beliau menyebutkan nama kedua orang tersebut di belakang mereka dan menyebutkan hal yang dibenci oleh mereka berdua, ini dikarenakan dua sebab. Pertama: Mu’awiyah orang yang sangat fakir sehingga ia tidak akan mampu member nafkah kepada istrinya. Kedua: Abu Jahm adalah seorang yang sering memukul perempuan.

Jikalau terhadap hal semacam ini saja Rasulullah angkat bicara dan memperingatkan, apalagi berkenaan dengan orang-orang yang mengaku berilmu dan ternyata menipu masyarakat serta menjadikan kekufuran sebagai Islam. Oleh karena itu Imam asy-Syafi’i mengatakan di hadapan banyak orang kepada Hafsh al Fard: “Kamu benar-benar telah kufur kepada Allah yang Maha Agung” (yakni telah jatuh dalam kufur hakiki yang mengeluarkan seseorang dari Islam sebagaimana dijelaskan oleh Imam al Bulqini dalam kitab Zawa-id ar Raudlah), (lihat Manaqib asy- Syafi’i, jilid I, h. 407). Beliau juga menyatakan tentang Haram bin Utsman, seorang yang hidup semasa dengannya dan biasa berdusta ketika meriwayatkan hadits: "Meriwayatkan hadits dari Haram (bin Utsman) hukumnya adalah haram”. Imam Malik juga mencela (jarh) orang yang semasa dan tinggal di daerah yang sama dengannya; Muhammad bin Ishaq, penulis kitab al Maghazi. Imam Malik berkata: “Dia seringkali berbohong". Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang al Waqidi: “al Waqidi seringkali berbohong”.

Rujukan : darulfatwa

والله أعلم

No comments:

Post a Comment